Senin, 14 November 2011

LDII Menurut Puslitbang

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

Oleh Puslitbang Kehidupan Beragama Balitbang Depag RI



Pendahuluan

Di kalangan umat beragama terdapat aliran-aliran agama: yang diantaranya dianggap menyimpang. Salah satu aliran agama yang tumbuh di kalangan umat Islam Indonesia adalah lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).Paham keagamaan yang dikembangkan oleh LDII meresahkan masyarakat di berbagai daerah, karena dinilai masih mengajarkan faham Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971 (SK Jaksa Agung RI No. Kep-089/D.A/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971)

Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam Jamaah yang didirikan oleh H. Nurhasan Al Ubaidah. Darul Hadits/Islam Jamaah didirikan oleh H. Nurhasan Al Ubaidah pada tahun 1951. Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972, selanjutnya LEMKARI tahun 1972 tersebut berganti nama lagi dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam pada tahun 1981 yang disingkat juga, yaitu LEMKARI (1981). Dan kemudian berganti nama lagi dengan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pada tahun 1990 sampai sekarang. Penggantian nama tersebut dikaitkan dengan upaya pembinaan eks Darul Hadits/Islam Jamaah agar mereka meninggalkan ajaran Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang tersebut.
Faham Darul Hadits/Islam Jamaah

Di antara pokok ajaran Darul Hadits/Islam Jamaah yang menyimapang dari kemurnian ajaran Islam terutama yang dianut kaum muslimin Indonesia sebagaimana telah diformulasikan oleh Majelis Ulama Indonesia (Naskah tanggal 22 Juni 1989) meliputi aspek imamah, baiat, taat dan Islam manqul. Perbedaan faham tersebut sebagai berikut:_Ajaran Darul Hadits/Qur’an Hadits/Islam Jamaah/ Yayasan Pendidikan Islam Jamaah Dan Yayasan Pondok Pesantren Nasional Yang Telah Dilarang(SK. Jaksa Agung Kep-089/D.A/10/1971 _ No Pokok Ajaran Ajaran
Darul Hadits/Islam Jamaah/Jamaah Quran Hadits/ Yayasan Pendidikan Islam Jamaah/Yayasan Pondok Islam Yang Diyakini Umat Islam Terutama Di Indonesia berdasarkan Qur’an dan Hadits
1 2 3 4
1 Kewajiban imamah dan berjamaah:
a. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah” (QS. Ali ‘Imran, 3 : 103) Kata “jamii’an” dlm surat Ali ‘Imron 103 tersebut diterjemahkan dengan “berjamaah” sehingga ditafsirkan wajib berjamaah: yang dalam hal ini dibawah Amir, H. Nurhasan Al Ubaidah. Kata “jamii’an” dalam surat Ali “Imran 103 diterjemahkan dengan “semua”. Jadi, tidak ada kewajiban masuk Islam Jamaah yang dipimpin oleh Nurhasan Al Ubaidah.

b. Tidaklah Islam kecuali berjamaah. Tidaklah berjamaah kecuali beramir. Tidak beramir kecuali berbai’at. Tidaklah berbai’at kecuali dengan bertaat.
Kaedah tersebut menjadi dalil wajib berjamaah baiat dan taat kepada Amir. Mati tanpa berimam adalah mati dalam keadaan jahiliyah. Mati sebagai mati jahiliyah yang di maksud adalah mati dalam keadaan tidak berpemerintahan seperti zamaan jahiliyah.
2 Kewajiban ber bai’at :
a. “Barang siapa mati tanpa berimam, maka matilah ia dalam keadaan mati jahiliyah”(Al Hadits) Orang Islam yang tidak melakukan baiat kepada Amir menjadi kafir sama dengan orang jahiliyah sebelum Islam Baiat adalah janji setia kepada Kepala negara. Jadi, tidak ada hubungan dengan sahnya Islam seseorang.
b.”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil Amri di antara kamu” (QS. An Nisaa’, 4:59) Kata “ulil amri minkum” diterjemahkan dengan Amir dari kamu sekalian. Ulil amri yaitu Nurhasan Al Ubaidah. Kata “ulil amri minkum” dalam ayat tersebut mempunyai pengertian khusus yaitu umaro (Kepala Negara atau Gubernur dan atau dalam sebutan lain).
3 Kewajiban Taat : Wajib patuh dan taat kepada Amir tertentu (H. Nurhasan Al Ubaidah). Wajib patuh dan taat kepada Amir yang ditugaskan Nabi Muhammad SAW.
4 Manqul :
Semua ajaran harus dinukilkan secara lisan dari Amir, wakil Amir atau Amir Daerah melalui Amir H. Nurhasan Al Ubaidah dan wakil-wakilnya. Kaedah yang digunakan :

“Isnad itu termasuk (urusan) agama dan kalau tidak ada isnad tentu orang berkata sesukanya. Kaedah yang digunakan tersebut bukan berasal dari Nabi Muhammad SAW tetapi perkataan seseorang ulama bernama Abdullah bin Mubarrak (lihat An Nawawi, Syarah Muslim I, 1972:89). Adapun maksud kaedah tersebut bahwa andaikata tidak ada sanad (silsilah riwayat hadis sampai kepada Muhammad SAW, tanpa putus), niscaya tidak dapat lagi dikoreksi mana hadis yang sahih dan yang bukan.


Sehubungan dengan perbedaan ajaran Darul Hadits/Islam Jamaah dengan Islam yang diyakini umat Islam umumnya dan khususnya umat Islam Indonesia sebagaimana tersebut di atas, maka kekeliruan Darul Hadits/Islam Jamaah terutama pada paham yang menyatakan bahwa tidak sah beragama kalau tidak berbai’at kepada Al Amir yang dipilih oleh Allah sebagai seorang pemimpin rohaniah/Agama, yaitu H. Nurhasan Al Ubaidah, dan umat Islam yang tidak bai’at kepada Amir akan mati dengan cara jahiliyah atau tidak sah Islamnya dan atau dengan kata lain disebut kafir. Islam hanya dapat dipelajari melalui Al Amir atau wakil-wakilnya secara lisan (manqul).

Materi tersebut di atas telah disebar luaskan kepada dan melalui Kantor Departemen Agama di daerah-daerah dan organisasi keagamaan dengan maksud untuk dapat dipedomani oleh pembina lembaga keagamaan .
Faham Darul Hadits/Islam Jamaah Pada LEMKARI Dan LDII

a. LEMKARI

LEMKARI didirikan tanggal 13 Januari 1972 dengan maksud untuk menampung eks anggota Darul Hadits/Islam Jamaah yang dilarang oleh Jaksa Agung RI tertanggal 29 Oktober 1971. Pengikut aliran tersebut dalam Pemilu 1971 mendukung Golongan Karya (GOLKAR), dan kemudian LEMKARI berafiliasi ke GOLKAR. Namun, dengan adanya Undang-Undang No. 8 tahun 1985, LEMKARI sebagai singkatan Lembaga Karyawan Islam sesuai MUBES 11 tahun 1981 ganti nama dengan Lembaga Karyawan Dakwah Islam (LEMKARI ).

Beberapa praktek keagamaan yang berkembang di lingkungan LEMKARI, antara lain: khutbah Jum’at menggunakan bahasa Arab, dalam shalat tidak boleh makmum kepada orang tidak sealiran, tidak boleh berjabat tangan laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim dan wanita baligh harus berjilbab.

Eks anggota Darul Hadits/Islam Jamaah yang menjadi anggota LEMKARI masih meneruskan ajaran-ajaran yang telah dilarang sebagaimana tersebut pada bagian 2 (dua) di atas, karena mubaligh/da’i LEMKARI umumnya eks Darul Hadits/Islam Jamaah dan mereka yang pernah belajar di Pondok Pesantren Darul Hadits/LEMKARI Burengan, Kediri Jawa Timur. Selain itu, aliran tersebut tampak eksklusif terhadp umat Islam sekitarnya, dan bahkan terjadi beberapa kasus putusnya hubungan dalam suatu keluarga karena tidak sealiran. Faham keagamaan yang dikembangkan oleh LEMKARI tersebut menimbulkan keresahan masyarakat di berbagai daerah.

b. LDII

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan nama baru dari LEMKARI sesuai keputusan Kongres/Muktamar LEMKARI tahun 1990. Perubahan (pergantian) nama tersebut dengan maksud menghilangkan citra lama LEMKARI yang masih meneruskan paham Darul Hadits/Islam Jamaah. Di samping itu dengan alasan agar tidak jumbuh dengan istilah LEMKARI yang merupakan singkatan dari Lembaga Karatedo Indonesia. Dengan demikian berarti di bidang organisasi telah berhasil ganti nama dari LEMKARI ke LDII. Sedangkan dalam susunan kepengurusan belum seperti yang diharapkan. Sementara itu laporan dari berbagai daerah menyatakan, masyarakat resah terhadap paham LDII, karena dinilai masih mengembangkan ajaran Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang .

Beberapa kasus LDII terjadi akhir-akhir ini, antara lain di Bulukumba, Sulawesi Selatan (1994), Palu Sulawesi Tengah (1995), Lampung (1995), Riau, Pekan Baru, Semarang Jawa Tengah dan Surabaya Jawa Timur, Aceh, dan Bogor Jawa Barat.

Kegiatan dan penyebaran paham LDII masih dinilai mengembangkan paham Darul Hadits/Islam Jamaah, gerakan pengajian LDII bersifat eksklusif dan tertutup. Dalam belajar Al Qur’an diwajibkan bersambung paham dari murid ke guru hingga sampai kepada Amir agar ilmunya tidak batil dan ibadah tidak rusak. Bai’at kepada guru merupakan jaminan masuk surga, orang yang di luar kelompok dianggap kafir dan najis, zakat anggotanya ditangani sendiri.

Melalui surat-surat pribadi eks Darul Hadits/Islam Jamaah, eks LDII dan dari orang tua yang anaknya masuk LDII juga mengungkapkan bahwa ajaran yang dikembangkan dalam pengajian LDII antara lain :

Orang yang tidak masuk Islam Jamaah/LDII dianggap kafir dan masuk neraka, para siswa yang mengikuti pengajian LDII melaksanakan shalat Jum’at tersendiri, dan bersikap berani tidak sopan kepada orang tuanya. Sementara anggota masyarakat merasa enggan mengungkapkan kasus LDII karena LDII selalu menyatakan diri di bawah binaan GOLKAR dan di antara pengurusnya berasal dari instansi Pemerintah dan swasta.

Penutup

Sesuai hasil pemantauan, baik dari laporan maupun media massa bahwa LDII disinyalir masih mengembangkan ajaran Darul Hadits/Islam Jamaah yang telah dilarang pada tahun 1971. Pembentukan LEMKARI dan pergantian nama LEMKARI ke LDII tampak belum sepenuhnya diikuti dengan meninggalkan ajaran Darul Hadits/Islam Jamaah.

Di berbagai daerah, masyarakat merasa resah terhadap paham yang dikembangkan LDII, sehingga terdapat beberapa instansi, organisasi Islam dan MUI di daerah mengharapkan adanya suatu bentuk penyelesaian dari Pusat secara tuntas.




Jakarta, 30 Mei 1996

Kepala Puslitbang Kehidupan Beragama


Drs.H.Sudjangi





(Dikutip dari makalah yang disampaikan pada diskusi /sarasehan Pemuka Agama Islam tentang Kelompok-Kelompok Aliran Agama yang Menyimpang yang diselenggarakan oleh Badan Litbang Agama di Jakarta tanggal 30 Mei 1996)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar